Anisa, begitulah nama
panggilannya. Gadis remaja, secara fisik sudah terlihat bahwa ia adalah anak
yang berbeda dari manusia pada umumnya. Kedua kakinya sedikit bengkok ke dalam,
jika diluruskan justru ia akan merasa kesakitan. Jadinya jika berjalan ia
seperti pohon yang bergoyang. Berbicaranya lancar, cerewet bahkan. Tetapi
dengan bahasanya versi sendiri. Lebih mirip seperti Mbah Dukun baca Mantra,
komat-kamit tak paham apa yang diucapkan. Yang paham hanya orang-orang
terdekatnya. Orang-orang asing kalau mendengar ocehannya, sudah tidak diragukan
lagi pasti akan mencap gadis ini sebagai orang aneh.
Jam
menunjukkan pukul 17.55, hampir seluruh chanel di televisi menayangkan adzan
dengan ilustrasi gambar yang berbeda dari satu chanel dengan chanel lain.
Dan selang lima menit kemudian adzan
dari masjid desa seberang juga berkumandang. Keluarga kecil yang letak rumahnya
jauh dari keramaian dan pemukiman penduduk memilih untuk melaksanakan sholat di
kediaman saja. Lagi pula di luar sedang diguyur hujan lebat.
“Yu,
tv-nya dimatikan. Sholat!” Perintah Baba, ia sudah berdiri di atas sejadah.
Siap untuk memimpin jama’ah.
‘Klik’
gambarnya menghilang, tersisalah layarnya yang hitam.
“Ayo
Dek, sholat!” Ajak Ayu sambil memperagakan gerakan takbir kepada adiknya,
Anisa.
Anisa
menatap sebal, bibirnya manyun ke depan. Protes kenapa tv-nya tiba-tiba dimatikan. Tadi kan ia lagi asyik
menirukan muadzin yang ada di sana.
“Ayo
Allah dek.”
Anisa
menggeleng tegas. Gak mau!
Abah
dan ama juga berusaha membujuk anak bungsunya.
Ya
elah! Dibujuk dengan cara apa pun kalau dia gak mau ya gak akan mau. Jadi
terpaksa Ayu meninggalkan Anisa yang masih duduk menghadap tv. Ia akan
menyalakan tv itu lagi kalau baba, mama dan kakak sedang sholat. Dengan begitu
mereka tidak akan mencegahnya untuk berbuat apa yang ia suka.
Dan
benar saja, ketika di tengah-tengah mereka sholat Anis kembali menyalakan tv
dan berteriak-teriak ala muadzin yang dilihatnya. Hadeeeh... kelakuannya itu
loh. Tapi seperti apa? macam lebah mendengung. Kalimat yang dilafalkannya tidak
keseluruhan sempurna. Lebih banyak mengeluarkan huruf vokalnya. Berisik. Asik
dengan dunianya sendiri.
“Awoooooh....
Akbar! Awoooooh... Akbar! Alaa ilaa awooh. Alaa ilaa wooh. Anaa.. awooh ...”
Mulut
Anisa kembali bungkam bersamaan usainya tayangan adzan di tv.
Matanya
kembali fokus menatap benda pipih berukuran besar di depannya. Sinetron Upin
Ipin yang tayang. Sementara baba, ama dan Ayu yang sudah selesai melaksanakan
sholat beralih kegiatan, membaca Al-Qur’an.
Sekitar
sepuluh menit ketiga manusia itu bersama-sama menutup kitab yang di tangan
mereka, sama-sama sambil kompak melafalkan “Shodaqallahul ‘adzhim.”
Beberapa
saat kemudian, Anisa beranjak dari tempatnya. Melangkah ke kamar mandi, entah
apa yang dilakukannya. Kemudian pergi ke kamar. Pintu ditutup. Mungkin Anisa
sudah ngantuk. Hari-hari biasanya kalau dia sudah bosan menatap tv ya langsung
berangkat ke pulau kapuk. Baba, ama, maupun Ayu tidak menghiraukan. Gantian
mereka yang fokus menyaksikan sinotren favoritnya yang berjudul Hafizh. Bahkan
si Ayu yang melankolis, nyaris menitikkan air mata karena saking menghayati
jalan cerita.
“Bismillahirrahmaanirrahim.
Hamdulillahi robil amiin... ” dari kamar terdengar lantunan bacaan Al Fatihah.
Kencang dan lantang sekali suaranya.
Ya
Rabb, ternyata Anisa sholat. Maasya Allah. Zat yang Maha Membolak-balikkan
hati. Tanpa disuruh ternyata Anisa hatinya terpanggil. Abah, ama dan Ayu saling
berpandangan. Dalam hati bersyukur.
Selesai
membaca Al Fatihah Anisa melafalkan surah An-Nas, Al-Ikhlas, depannya surah
Al-Falaq tapi berujung ke surah An-Nas, kemudian Al-Lahab berujung ke mantra
versinya sendiri.
Tiba-tiba
jua ia membaca “Bismika allahumma wa bismika aamut. Allahumma baa rik lana
fiima rozaktana wakina ada banar....”
Eh?
Kok? Serentak abah, ama dan Ayu yang tadinya sedang menyaksikan adegan tegang
langsung tertawa terpingkal-pingkal. "Hahahahahaha...!" Untung pendengaran Anisa sedikit
bermasalah, jadi sholat khusunya tidak terganggu. Usianya sudah beranjak
18, tetapi surah yang melekat dalam memorinya ya hanya itu-itu saja dan do’a
yang dia hafal pun hanya do’a sebelum makan dan sebelum tidur. Seandainya lebih
banyak lagi surah dan do’a yang dahulu diajarkan kepada gadis itu. Mungkin,
meski saat ini harus menyandang disabilitas ia juga dapat menjadi hafidzhah.
Hanya saja, waktu tak mungkin diputar.
#OneDayOnePost
#ODOPbatch5
#Tantangan_4
di umur yang sekarang. Annisa nggak bisa menghapal / membaca al Qur'an lagi ya?
BalasHapusSekarang alat kerja pendengarannya semakin berkurang ka.
HapusMenyebabkan bicaranya pun terbatas kata-katanya. Jadi, kalau untuk menirukan ucapan yang dituturkan orang lain dia kesulitan.
Orang normal bilang "Kaca mata" dia ngomongnya "Mata mata" meski pun diajarin berulang yang nempel diingatannya ya "Mata-mata". Sudah sulit untuk merubahnya.
Humornya dapat di akhir ^_^
BalasHapusTapi, sedih juga T_T
Hehe...
HapusNgalaminnya lucu ka, suka ketawa sendiri kalau denger bacaan sholat dia. Tapi kalo ditulis kok susah haha
Garing. hihi
Hahaha,... kocak tapi inspiratif
BalasHapus