‘Tin-tin!’ Terakhir


Rabu, 28 November 2018. Aku masih ingat betul, bahwa ketika hendak pergi ke kampus, tepat saat kuda besi yang kunaiki keluar dari pekarangan rumah aku di ‘tin-tin!’ oleh seorang penjual tahu langganan ibu. ‘Tin-tin!’ yang menunjukkan sapaan. Senyumnya yang hangat tak ketinggalan. Sebagai rasa hormat, aku membalas sapaan itu dengan senyum dan anggukan.

Di hari Kamis, ketika hendak pamit dengan ibu aku mendapat kabar bahwa penjual tahu itu telah tiada. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ya Allah, aku langsung lemas seketika. Padahal kemarin masih tersenyum sebegitu hangatnya, sekarang? Ia telah berpulang ke pangkuan-Nya. Ya Rabbi, kematian itu sungguh suatu misteri namun pasti.

Di sepanjang perjalanan ke kampus aku terus terbayang-bayang tentang hari kemarin, juga tentang hari-hari tertentu ketika aku ke pasar dan berjumpa dengan bapak tersebut. Senyumnya yang selalu ramah hingga kini masih melekat erat dalam benakku dan aku juga masih ingat betul tentang jargon yang sering disenandungkan “Rene-rene, seng bakol ora galak. Sesak aku ora rene.”*

Mungkin setelah ini orang-orang akan merasa kehilangan atas kepergiannya. Tak lagi bersua dengan langganan penjual tahu mereka, tak lagi terdengar lantunan jargon khasnya, tak lagi terlihat senyum dan sapa ramahnya, dan tak lagi ada yang mengklakson ‘Tin-tin!’ di depan rumah saat hari tidak pasaran.*

Selamat jalan bapak penjual tahu, semoga segala amal ibadahmu diterima dan diberikan tempat terbaik oleh-Nya. Kami kehilangan dirimu. Tapi kami sadar, bahwa dalam kehidupan ini selalu ada perjumpaan dan perpisahan. Qadarullah, pastilah yang terjadi saat ini adalah ketetapan yang terbaik dari Allah.

Pada penghujung tulisan ini, bagi siapapun yang membaca dan mampir di blog ini saya minta Al Fatihahnya untuk beliau ya (Bapak Nuri). Terima kasih ( Semoga Allah membalas kebaikan teman-teman sekalian.


Note:
*Artinya: “Ke sini-ke sini, yang jualan gak galak. Besok aku g ke sini.”
*Di masyarakat desa saya (Desa Terban, kec. Pabelan, kab. Semarang), hari pasaran ditentukan sesuai dengan tanggalan Jawa yaitu setiap ‘Legi’ dan ‘Wage’. Selain hari itu (Pon, Kliwon, dan Pahing) berarti tidak ada pasaran/tidak ada orang yang berjualan di pasar