Air terjun, dalam masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Barat lebih akrab dengan sebutan ‘curug’, berbeda dengan masyarakat Jawa Timur yang mana mereka menyebutnya dengan kata ‘coban’. Ungaran, adalah satu di antara kota di Jawa Tengah yang menyajikan beragam pariwisata alam. Salah satu pariwisata alam tersebut adalah curug Lawe Benowo Kalisidi. Curug ini terletak di desa Kalisidi, rt/rw: 01/06, kecamatan Ungaran Barat, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Untuk mengakses lokasi ini cukup mudah, apalagi dengan bantuan google maps. Meski perjalanannya naik turun, namun tenang saja karena jalanan sudah dalam kondisi di aspal. Yeah, walaupun akan mendapati beberapa haluan yang tidak mulus.
Tapi, jangan senang dulu, sebab
kendaraan yang kita bawa terhenti di parkiran saja, tidak sampai menuju curug
yang dituju loh ya (wkwkwk). Biaya tiket hanya Rp. 6,000 rupiah saja, dan biaya parkir Rp, 3000 (Kurang murah apa coba? Dengan biaya sembilan ribu kita bisa menikmati ciptaan Allah yang amazing). Untuk menjangkau si curug kita perlu persiapan
mental dan kondisi tubuh yang fit. Jangan lupa bawa air mineral atau cemilan
untuk jaga-jaga kalo cacing di perut meronta di tengah perjalanan. Pastikan juga memakai sandal gunung atau sepatu olahraga, supaya nyaman dan kaki terlindungi.
Perjalanan
pertama kira-kira menempuh jarak 200-an meter, di saat itu pula kita akan
melewati tangga-tangga, jalan sempit, jembatan-jembatan, hingga akhirnya kita
akan dipertemukan dua persimpangan yang akan menentukan ke curug mana yang akan dipilih. Sebab di sini terdapat dua
curug yang terpisah, dengan akses perjalanan yang berseberangan. Ke arah kanan
menuju curug Lawe, sedangkan arah kiri curug Benowo.
Untuk mempertimbangkannya, teman-teman
yang baru kali pertama kemari bisa searching informasi di google atau bertanya
kepada kawan yang sudah berpengalaman. Saya pribadi tidak mempermasalahkan mau
satu saja yang dipilih atau hendak mengunjungi keduanya. Sebab, masing-masing
punya pesona tersendiri. Okay, saya ulas ke dua curug tersebut ya... Siapa tahu
setelah itu dalam kepala teman-teman muncul pilihan.
Kala itu saya menuju curug Lawe terlebih
dahulu, sebab rasa penasaran saya yang telah terpendam lama. Perjalanan sekitar
600-700 meter, akses jalannya mudah (kondisi tanah tidak terlalu lembab/berlumpur,
jadi aman. Kebetulan saat cuaca saat itu cerah meski memasuki musim penghujan).
Beberapa meter sekali tersedia sarana untuk menampung sampah dan ada juga papan
slogan yang mengajak untuk menjaga kebersihan, jadi pantaslah kalau kebersihan
di sini terjaga. Air yang mengalir jernih, suasana terasa sejuk, hamparan
pepohonan rimbun dan berbaris memenuhi sekitar (tetap waspada dan hati-hati
saat berjalan, usahakan fokus agar tidak tersandung bebatuan ataupun
terpeleset, sebab sebagian datarannya curam). Dalam perjalanan jangan heran jika mendengar kicauan burung dan teriakan monyet, atau kalau beruntung kamu bisa kebetulan melihatnya.
100 meter sebelum bertatap dengan curug,
kita harus melewati beberapa anak tangga. Begitu sampai, rasanya pasti lega nan
bahagia karena lelahnya perjalanan akhirnya terbayar oleh pesona curug Lawe
yang memukau. Curug ini view-nya horizontal, melebar ke samping dengan posisi
air terjun yang tidak tepat berada di tengah sempurna.
Tapi, hal itu tidak mengurangi betapa
menakjubkannya lukisan Sang Maha Kuasa yang satu ini. Airnya dan udaranya
sejuk, untuk berendam kaki atau badan pasti akan merilekskan pikiran. Tak perlu
khawatir, sebab permukaannya dangkal, mau mencoba sensasi diterpa runtuhan air
dari ketinggian boleh banget. Yang terpenting tetap waspasda, hati-hati
menginjak bebatuan yang tajam ataupun licin.
Setelah puas menikmati curug Lawe,
hendak bertolak ke rumah atau penasaran dengan kawannya? Kalau saya sih, pilih
poin nomor dua. Meski diakui lelah, tapi rasanya belum puas dan sayang sekali
jika tidak mengeksplore curug Benowo. Mumpung ada kesempatan, kenapa tidak?
Tapi, kita kembali ke dua persimpangan
awal ya. Segera ambil langkah ke kiri dan nikmatilah perjalanan 700 meter untuk
sampai tujuan. Tak banyak perbedaan dengan akses ke curug sebelumnya, akan
tetapi sekitar 200 meter sebelum bersua dengan si curug, kita harus
menakhlukkan bebatuan besar yang menanjak. Tidak ada jalan setapak. Tetap
hati-hati.
Ngomong-ngomong view curug Benowo
vertikal, tidak seperti curug Lawe yang seakan terkepung dan masuk dalam suatu
wadah. Curug Benowo lebih menggambarkan arti kebebasan. Ketika berada di sana,
kita berada di ketinggian yang dapat menyaksikan panorama di bawah sejauh mata
memandang. Nampak, jarang pula yang berkunjung ke curug ini, karena memang
curug sebelumnya lebih unggul di atasnya. Orang pun akan memikirkan ulang untuk
menambah perjalanan yang nantinya kalau ditotal jarak pergi sampai pulang bisa
mencapai kurang lebih sekitar 4 kilometer.
Tapi, tentu tidak akan menyesal jika
teman-teman memiliki jiwa petualang. Saya, sebagai mahasiswa yang jarang
berwisata, jarang pula berolahraga, ke mana-mana memakai sepeda motor, tetapi
berkat rasa penasaran dan senang dengan pemandangan alam mampu menunaikan.
Meskipun pada malam hari efeknya baru terasa, otot kaki menegang, pegal luar
biasa. Solusinya, cukup olesi dengan minyak, balsam, atau semacamnya, insya
Allah akan terasa pulih seperti sedia kala.
Nah, setelah membaca ulasan dari saya
sekarang sudah punya gambaran dong mau mencoba ke curug Lawe atau curug Benowo
terlebih dahulu, atau ingin ke salah satunya saja? Tentunya semua itu adalah
pilihan Anda. Selamat berpetualang :)
“Tiada
penyesalan atas sebuah perjalanan,yang ada hanyalah kisah dan pelajaran.”
Mikazuki
Muna.