Berawal Dari Mimpi




((Part One))

          Kamu percaya? Selama sebuah impian tersimpan dalam hati, kelak, di waktu yang tak pernah kita terka ia kan menjadi realita. Gadis percaya. Karena ia membuktikannya.

          Namun, kali ini ia hanya akan membagi beberapa peristiwa yang teramat mengesankan dan tak terlupakan. 

Sebenarnya, Gadis adalah tipikal anak pemalu, pendiam. Sudah cukup banyak yang mengatakannya. Tetapi, Gadis tak ingin selalu dinilai seperti itu. It’s okay kalau punya ‘malu’. Malah itu wajib. Namun rasa ‘malu’ itu cukup sekedar ‘malu’ jika melakukan kemaksiatan, malu jika menebar aurat, malu jika tidak taat pada-Nya. Gadis tak ingin ‘malu’-nya justru membuat orang lain merendahkan dirinya. Membuat orang mengatakan bahwa Gadis itu tak berguna, tak bisa diandalkan. Tidak.

Demam panggung. Iya, Gadis tipikal pekerja di balik layar. Ia lebih suka mencurahkan apa saja melalui tulisan. Kemampuan public speakingnya belum memadai. Padahal kata guru BK-nya dulu, Gadis itu sebenarnya cerewet. Bahkan beliau menyarankan agar kelak Gadis menjadi seorang da’iyyah. Tetapi, entahlah. Hehe.

Ah ya, kembali ke topik awal. Kali ini Gadis akan bercerita tentang pengalaman-pengalamannya yang semua itu bermula dari ‘mimpi dalam hati’.  

((Mewakili Komunitas Rumah Jodoh dalam Acara Workshop KPPA))


Ket: Me (berkacamara), Jilbab biru (Dosen pembimbing), Bapak itu (Proffesor Psikologi), dan lainnya teman Gadis.
 
Tepatnya di Rabu Malam, 4 April 2018, tiba-tiba salah satu dosen mengirimi Gadis sebuah pesan di WA. 

“Mbak besok ada acara?”

Dengan polos Gadis membalas, “Tidak ada bu. Ada apa ya?”

“Jadi gini, besok kan ada acara workshop dari kementrian pemberdayaan perempuan dan anak di hotel Wahid. Gratis. Saya mau ajak jenengan bisa?”

Gadis mengerutkan dahi sebelum membalas pesan tersebut. Lagi pula di hari Kamis sebenarnya jadwal kuliah Gadis full dari jam 07.00-16.00. ia menimang-nimang sebentar tentang tawaran tersebut. Mempertimbangkan untuk menjawab ‘yes’ or ‘no’.

“Acaranya dari jam berapa sampai jam berapa ya Bu?” tanyaku kemudian.

          “Jam 8-14.”

          Hmm, it’s okay. Meninggalkan dua mata kuliah tak apalah. Ia bisa mengikuti mata kuliah sore. Maka keputusan akhir Gadis adalah menerima tawaran tersebut. Toh lagi pula hanya ikut ke acara workshop, paling-paling di sana hanya mendengarkan pemateri di acara tersebut. Tak apalah, hitung-hitung sebuah pengalaman.

          Esok harinya, ternyata Gadis harus menunggu sang dosen di kampus hingga jam 8.30. Huhft, kalau tahu begini, ia bakal ikut kelas pagi terlebih dahulu. Tetapi, apa daya. Beras sudah menjadi bubur. Lagi pula, dosen kelas pagi tidak terlalu mementingkan absen. Soal nilai terjamin A, asal rajin mengerjakan tugas. Baiklah.

          “Mbak, nanti sampean ke hotel Wahid duluan ya. O ya, nanti sampean presentasi. Filenya sudah saya buatkan. Tentang Rumah Jodoh, sampean kan sudah sering ikut kegiatannya. Jadi sudah tahu to seperti apa?”

Itulah yang dikatakan Bu Dosen begitu Gadis bertemu. 

Gadis menelan ludah. Yang benar saja? Presentasi di acara workshop? Duhai... Dia kan demam panggung. Presentasi di depan kelas saja deg-deg-an tak karuan. Apalagi presentasi di acara workshop, acara yang bukan sembarangan. Ya Rabb!

**********

Begitu sampai di hotel Wahid, Gadis bersama temannya ke lantai dua. Tempat acara di selenggarakan.

Ya Rabb, Gadis terkejut begitu masuk ke sebuah ruangan. Ia mengira posisi duduk di dalam sebagaimana posisi duduk pada acara-acara seminar biasanya. Tapi ternyata ia salah besar. Di dalam sudah dipenuhi banyak manusia. Posisi duduknya adalah saling berkumpul di meja besar. Jadi di dalam banyak meja-meja bulat besar. Di atas meja sudah tersedia segelas air, beserta ATK. Bagi Gadis suasana ini terasa mewah. Seperti sedang rapat bersama petinggi-petinggi penting.

Awal acara adalah pengenalan progam OSSOF/S (One Student Save One Family/Society). Jadi progam ini penyelenggaranya ialah dari komunitas PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak) yang berasal dari dua universitas di Salatiga. Yaitu UKSW (Universitas Kristen Setya Wacana) dan IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Salatiga.

Workshop ini diselenggarakan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam rangka penelitian. Jika komunitas yang ada di sini berhasil menyelenggarakan progam-progam yang telah dibuat, maka kami mewakili Salatiga akan dijadikan model bagi kota-kota lain. Dengan tujuan meminimalisir terjadinya kekerasan-kekerasan sosial yang kini marak terjadi. Baik terhadap perempuan atau pun anak.

          Dari UKSW ada 4 komunitas, yaitu: Srikandi, Limited Learning, (dua lagi saya lupa). Sedangkan dari IAIN ada Rumah Jodoh, Chat Dong Po, Fun Sharing and Caring dan Fun Asi.

          Setelah pengenal OSSOF/S, kami rehat sejenak untuk isoma. Setelah itu, barulah kami duduk perkelompok dan diskusi untuk mempersiapkan diri presentasi di hadapan seluruh peserta. Duhai! Gadis semakin panas dingin. Belum lagi ketika diskusi perwakilan dari UKSW yang duduk di komunitas Rumah Jodoh adalah seorang Proffesor. 

          Tetapi, ternyata Proffesor itu tidak semenakutkan seperti yang ada di kepala Gadis. Proffesor itu tampak care sekali. Memberi banyak masukan kepada kami. Meskipun beliau beda agama tetapi, rasa toleransinya tinggi. Salut.

          Detik-detik mendekati waktu pemaparan dari Komunitas Rumah Jodoh, Gadis semakin gelisah. Apakah ia akan berhasil? Apakah ia bisa?

          Saat mengambil nomor undian maju, kelompok Rumah Jodoh dapat urutan ke 6. Syukurlah, tidak pertama.

          Tetapi, dalam hitungan detik takdir berkata lain.

          “Mbak, kita tukeran ya. Kami belum selesai buat PPT. Mbak siap pertama kan?” tiba-tiba dosen pembimbing dari komunitas Fun Sharing and Caring menghampiri. Mata Gadis membulat seketika. Susah payah ia hendak menjawab.

          “Iya gak papa,” bukan aku yang menjawab. Tetapi justru dosen pembimbing kelompokku.

          “Bu?” Gadis hendak protes.

          “Gak papa, kamu pasti bisa kok!”

          Dan mau tidak mau akhirnya Gadis menurut.

          Presentasi hanya lima menit. Tapi, groginya? Au ah! Gadis berkali-kali membaca surat pilihan untuk menenangkan jantungnya yang bergemuruh hebat.

          Hingga pada akhirnya ia maju. Semaksimal mungkin ia harus memaparkan dengan suara yang lantang dan jelas. Menepis grogi yang meyelimuti dirinya.

Dan hasilnya? Alhamdulillah respon peserta lain tidak terlalu buruk. Mereka mendengarkan antusias dan diakhiri tepuk tangan.

Hei, satu kesempatan yang Gadis ambil. Melunasi keinginan yang dulu sempat terbesit dalam hatinya. Dan ternyata seperti ini rasanya berbicara di depan banyak orang dalam acara workshop. Ma Syaa Allah. Terima kasih ya Rabb. Kelak Gadis harus belajar lebih baik lagi dalam urusan public speaking.